http://kakaksbo.com

Wednesday, September 9, 2015

Kebaikan Ahok tanpa di ketahui Oleh PUBLIK

Ahok Berangkatkan Umrah Petugas Masjid di Tanjung Priok

Seperti di lansir Oleh TribunNews.com

impian Suweha (65) untuk berangkat umrah ke Tanah Suci Mekkah, akhirnya terkabul. Pria asal Kebumen, Jawa Tengah ini direncanakan berangkat umrah pada Kamis (18/12/2014) mendatang.
Saat ditemui di rumahnya di Jalan Papanggo II RT 07/03, Kelurahan Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Selasa (16/12) siang, Suweha tak mampu menahan rasa haru dan bahagia. Sesekali, ayah dari enam anak ini tertawa lebar, namun matanya tampak berkaca-kaca.Suweha mengaku, terkejut begitu tahu bakal dilepas oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk berangkat umrah di Balai Kota, Jakarta Pusat. "Tadi kayak mimpi indah bisa ketemu pak Ahok dan bisa pergi umrah gratis," ujar Suweha.Suweha merupakan salah satu dari 30 marbut (pengurus masjid) di DKI Jakarta yang bisa berangkat gratis. Kegiatan ini merupakan kerjasama Pemprov DKI Jakarta bersama Dewan Masjid Indonesia (DMI).Menurut Suweha, sebetulnya rencana umrah sudah ada sejak tahun 2012 lalu. Saat itu, ia bersama tiga marbut lainnya akan diberangkatkan umrah oleh DMI. Namun karena marbut lainnya menginginkan hal yang sama, rencana tersebut akhirnya diundur, sehingga DMI mendata ulang para marbut tersebut.Dimasukannya Suweha dalam daftar marbut pertama yang bakal dikirim Mekkah, lantaran Masjid Babutthoyib yang diurusnya merupakan salah satu masjid mandiri. Artinya, masjid besar berlantai dua itu, dibangun dari hasil swadaya masyarakat, bukan dari sokongan pemerintah.Meski keberangkatannya saat itu ditunda, namun Suweha tak berkecil hati. Dia terus beribadah dan berdoa, agar keinginannya pergi ke Mekkah bisa terkabul. Benar saja, di awal kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo pada 2013 lalu, pemerintah berencana akan memberangkatkan marbut ke tanah suci. Perlahan namun pasti, rupanya rencana tersebut kini teralisasi.
"Awalnya saya sudah putus asa dan berpikir tidak akan jadi pergi ke tanah suci. Ternyata, Tuhan berkata lain. Saya dan puluhan marbut lainnya bisa berangkat ke tanah suci," kata Suweha.
Suweha mengatakan, dengan upah sebesar Rp 800.000 per bulan sebagai marbut, sangatlah sulit untuk bisa pergi umrah. Terlebih upah sebesar itu, baru ia dapatkan sejak beberapa tahun. "Saya jadi marbut sejak tahun 1971. Selama puluhan tahun jadi marbut, saya baru menerima gaji sejak tiga tahun lalu. Besaran upahnya dulu Rp 300.000 dan terus merangkak naik sampai sekarang Rp 800.000 per bulan," jelas Suweha.
Dia menambahkan, untuk kebutuhan makan, Suweha masih dibantu oleh ketiga anaknya yang telah bekerja. Masing-masing anaknya, memberi uang Rp 1 juta setiap bulan. Selain untuk keperluan makan bersama istri, Musiam (45), uang pemberian anaknya juga dialihkan untuk membangun dua petak kontrakan rumah.
Kini, dua petak kontrakan itu telah selesai dibangun. Ia berencana akan mematok harga sewa keduanya sebesar Rp 9 juta dan Rp 15 juta per tahun. "Belum ada yang nyewa, masih kosong karena baru selesai dibangun. Semoga aja, nanti ada yang mau nyewa buat usaha," katanya.
Dia pun berharap, agar pemerintah bisa memberangkat marbut lainnya untuk murah ke Mekkah. Sebab, masih ada ribuan marbut di DKI Jakarta yang ingin bisa beribadah di sana. "Kami senang dengan adanya program ini, berarti marbut juga dipandang sebagai pekerjaan yang muliah karena pemerintah memberi perhatian lebih atas kinerja kami," ucap Suweha.
Tukang Ojek
Perjalanan hidup Suweha dari seorang marbut, hingga bisa umrah gratis merupakan perjalanan yang panjang. Sebelum menjadi marbut, pria bertubuh kurus ini sempat menjadi tukang ojek di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok.
Dari pukul 03.00 sampai 08.00 di setiap hari, Suweha bisa mengumpulkan uang hingga Rp 50.000 dari pekerjaannya sebagai pengojek motor. Ia tidak akan pulang ke rumah, apabila belum mendapatkan uang Rp 50.000. Menurut dia, uang sebesar itu sangat berharga, karena akan dialokasikan untuk membayar biaya kuliah anaknya.
Perlahan namun pasti, rupanya rencana tersebut kini teralisasi.
"Awalnya saya sudah putus asa dan berpikir tidak akan jadi pergi ke tanah suci. Ternyata, Tuhan berkata lain. Saya dan puluhan marbut lainnya bisa berangkat ke tanah suci," kata Suweha.
Suweha mengatakan, dengan upah sebesar Rp 800.000 per bulan sebagai marbut, sangatlah sulit untuk bisa pergi umrah.
Terlebih upah sebesar itu, baru ia dapatkan sejak beberapa tahun.
"Saya jadi marbut sejak tahun 1971. Selama puluhan tahun jadi marbut, saya baru menerima gaji sejak tiga tahun lalu. Besaran upahnya dulu Rp 300.000 dan terus merangkak naik sampai sekarang Rp 800.000 per bulan," jelas Suweha.
Dia menambahkan, untuk kebutuhan makan, Suweha masih dibantu oleh ketiga anaknya yang telah bekerja.
Masing-masing anaknya, memberi uang Rp 1 juta setiap bulan. Selain untuk keperluan makan bersama istri, Musiam (45), uang pemberian anaknya juga dialihkan untuk membangun dua petak kontrakan rumah.

No comments:

Post a Comment